MEMBICARAKAN
bagaimana karyawan bisa merasa engaged, enabled dan energized menarik
ketika ditanyakan mana yang lebih penting. Gambaran ketiga poin yang
menyerupai lingkaran berarsir dalam diagram venn, saat ketiga lingkaran
bertindih satu sama lain, maka akan terbentuk sebuah bagian yang lebih
gelap atau pekat. Ini menunjukkan bahwa, dengan hanya menerapkan satu
hal bisa jadi sudah bagus, akan tetapi hal tersebut tidak akan cukup
untuk mencapai hal-hal yang istimewa tanpa ada peran kedua hal lainnya.
Contoh lain adalah saat seorang cadet junior yang masih baru, dilibatkan
dalam sebuah pasukan (engaged). Rasa peduli terhadap pasukan dan
semangat untuk membela Negara tentunya ada, akan tetapi tanpa training
dan dukungan penuh dari senior ia tidak akan banyak berguna bagi
pasukannya. Terakhir, ketika seorang remaja diberikan kebebasan untuk
menjalani hidupnya (enabling), belum tentu ia dapat memberikan hasil
yang bagus seandainya ia tidak diberi tantangan-tangangan.
Dalam catatannya Adrian Gostick and Chester Elton (author “All In: How
the Best Managers Create a Culture of Belief and Drive Big Results”)
yang ditulis di fastcompany.com, mereka melihat bahwa banyak organisasi
melakukan assessment untuk melihat keterlibatan karyawan dengan
menggunakan survei sikap (attitude survey) atau survey kepuasan dan
produktivitas karyawan (pulse survey). “Akan tetapi untuk mengarahkan
karyawan pada tujuan yang lebih nyata dan move forward, para manajer
juga harus melakukan survey untuk mengetahui kemampuan karyawan
merealisasikan kreativitasnya (enable) dan semangat yang dimiliki
karyawan tersebut (energized),” ujar mereka.
Selanjutnya untuk menentukan tingkat E (Engaged) + E (Enable) + E
(Energized) dalam sebuah level korporasi, maka survey kuantitatif perlu
dilakuakan. Penting pula untuk dicanangkan focus group dan benchmarking
terhadap organisasi lan daam industri sejenis. Dan untuk melihat
dinamika spesifik dalam tim-tim tertentu, seorang manajer dapat
melakukan analisis sederhana. Kuncinya adalah bagaimana si manajer dapat
menginterpretasikan percakapan dan dialog face-to-face dengan karyawan.
Berikut adalah 3 pertanyaan yang dapat membantu manajer melihat apakah
karyawan mereka termasuk dalam kategori tidak terlibat (dis-engaged),
tidak teraktivasi/tidak berkemampuan (dis-enable) dan tidak termotivasi
(un-energized).
a. Apakah Anda memiliki karyawan yang peduli terhadap organisasi, tetapi sudah cukup muak dan lelah terhadap organisasi?
b. Apakah Anda memiliki orang-orang yang bersemangat untuk melakukan hal-hal besar, tetapi merasa tertahan dan tidak dapat menjalankannya?
c. Apakah Anda memiliki karyawan yang peduli, tetapi tidak dapat fokus terhadap perilaku yang benar?
a. Apakah Anda memiliki karyawan yang peduli terhadap organisasi, tetapi sudah cukup muak dan lelah terhadap organisasi?
b. Apakah Anda memiliki orang-orang yang bersemangat untuk melakukan hal-hal besar, tetapi merasa tertahan dan tidak dapat menjalankannya?
c. Apakah Anda memiliki karyawan yang peduli, tetapi tidak dapat fokus terhadap perilaku yang benar?
Setelah melihat pertanyaan di atas, mungkin tergambar jelas beberapa
karyawan yang memiliki diskripsi sesuai jawaban pertanyaan itu. Lalu
haruskah karyawan tersebut dianggap sebagai “anak yang bermasalah” dan
disingkirkan dari perusahaan. Tidak selalu demikian. Jika memang concern
perusahaan adalah untuk mengkondisikan karyawan sebagai E+E+E people,
maka tindakan koreksi masih bisa dilakukan.
Katakanlah seorang karyawan yang memiliki ide-ide bagus dan sangat
bersemangat, tetapi ia terlalu fokus pada sesuatu yang menjadi
passionnya yakni memperbaharui web pribadi, dan itu yang membuat tugas
utama di kantor keteteran. Hal seperti itu harus disiasati.
Juga misalnya ada seorang karyawan yang sangat produktif dalam beberapa
tahun dan bahkan tak akan mengatakan “tidak” untuk pekerjaan-pekerjaan
baru. Orang seperti itu sebenarnya loyal. Akan tetapi tekanan yang
menghimpitnya membuat dia kehilanggan semangat dan membuatnya mudah
marah dan kewalahan. Karyawan seperti itu, dibayar berapapun tak akan
pernah merasa cukup. Semangat kerja itulah yang harus diperbaiki.
Pada akhirnya, akan menjadi sia-sia apabila seorang karyawan merasa
memiliki kerterlibatan terhadap apa yang ia kerjakan, tetapi tidak
memiliki energi atau semangat untuk terus meningkatkan kinerjanya dan
juga tidak memiliki kemampuan untuk merealisasikan ide kreatifnya demi
tujuan prioritas tim. Setiap pendorong tidak akan cukup untuk
mempertahankan kesuksesan seorang karyawan tanpa diseimbangkan dengan
dua faktor pendorong lainnya.
( Sumber: Dikelolah dari berbagai Sumber )
Comments
Post a Comment