Setiap komplain yang disampaikan oleh para pelanggan yang mempunyai problem, haruslah disambut dengan ucapan terima kasih oleh front-line staff.
Perusahaan perlu mengucapkan terima kasih, karena mereka yang komplain
masih menjadi pelanggan. Mereka berterima-kasih karena pelanggan yang
komplain masih memberikan kesempatan kepada perusahaan untuk melakukan recovery.
Inilah langkah pertama yang harus dilakukan oleh front-line staff
“mengucapkan terima kasih”. Seringkali, mengucapkan terima kasih
bukanlah hal yang sulit dilakukan. Yang menjadi masalah, apakah front-line staff
mampu melakukan dengan tulus. Gerakan tubuh dan pancaran sinar mata
serta senyuman yang menyertai, adalah lebih penting dari sekedar
kata-kata. Tak mengherankan, pengembangan attitude terhadap jajaran customer service sangatlah penting. Mereka perlu diyakinkan bahwa pelanggan yang komplain ini masih memberikan kesempatan kedua.
Kata kedua dalam menangani komplain adalah maaf. Front-line staff atau bagian customer service
yang melayani komplain, perlu mengucapkan maaf setelah mengatakan kata
terima-kasih. Pada umumnya, setelah kata ini, emosi pelanggan yang
komplain pastilah reda. Hanya pelanggan yang sungguh-sungguh marah dan
mempunyai problem dengan personality yang kemarahannya tidak reda mendengar kata-kata maaf.
Sekali lagi, tanpa disertai attitude
yang benar-benar berorientasi pelanggan, tidaklah mudah mendidik
karyawan untuk melakukan hal ini. Yang lebih sering adalah reaksi
spontan untuk bertahan dan membela diri. Ini terutama terjadi bila
standar layanan terhadap penanganan komplain tidak jelas. Ini juga bisa
terjadi, bila karyawan tidak memiliki empowerment atau tidak memiliki wewenang menangani komplain. Bisa juga terjadi karena front-line staff ragu-ragu, siapa sesungguhnya yang menjadi atasannya; apakah pelanggan atau manajernya.
Penanganan komplain akan lebih efektif
bila kemudian front-line staf mampu mencari informasi dari pelanggan.
Hal ini penting sebagai dasar untuk memberikan solusi yang tepat. Selain
itu, informasi yang diperoleh akan sangat berguna bagi perusahaan untuk
memperbaiki standar layanan atau langkah-langkah perbaikan secara
internal di masa mendatang. Pelanggan yang sudah mulai reda
kemarahannya, biasanya cukup mudah untuk diminta informasi lebih lanjut.
Setelah itu, pelanggan biasanya akan
minta kepastian bahwa perusahaan tidak akan melakukan hal ini lagi.
Jadi, kata “terima kasih”, “maaf”, perlu diikuti, “kami berjanji hal
tersebut tidak terulang lagi”.
Yang kemudian paling penting adalah
langkah kongkrit terhadap penanganan komplain. Ini harus dilakukan
secepat mungkin. Waktu adalah faktor kritikal dalam penyelesaian
komplain. Dalam artikel sebelumnya, kita sudah membahas hal ini.
Lalu, dari manakah kita tahu bahwa
penanganan komplain yang dilakukan oleh karyawan kita efektif ? Tidak
ada cara lain, kecuali harus melakukan pengukuran melalui suatu riset
pasar. Kepada pelanggan, dapat ditanyakan tingkat kepuasannya setelah
melakukan komplain.
Salah satu analisa yang dapat dilakukan adalah dengan menggunakan decision tree.
Dalam hal ini, pelanggan pertama-tama dikelompokkan dalam dua bagian,
yaitu mereka yang mempunyai problem dengan pelanggan yang tidak
mempunyai problem. Dari responden yang mempunyai problem, kemudian
dibagi menjadi dua kelompok, yaitu responden yang melakukan komplain dan responden yang tidak melakukan komplain. Akhirnya, responden yang melakukan komplain, dibagi dalam dua grup, yaitu mereka yang sudah mendapatkan tindakan penyelesaian dan mereka yang merasa bahwa tidak ada tindakan penyelesaian dari perusahaan.
Dengan hal ini, diperoleh 4 grup
pelanggan. Setiap grup pelanggan ini, kemudian dilakukan pengukuran
terhadap kepuasan mereka. Dengan analisa seperti ini, perusahaan akan
mampu untuk mengidentifikasi dua hal. Pertama, sejauh manakah perusahaan
sudah dipersepsi menyelesaiakan komplain ? Kedua, apakah mereka yang
komplain relatif lebih puas dibandingkan dengan mereka yang tidak
komplain ?
Berdasarkan survei yang sering dilakukan
oleh Frontier, perusahaan dikatakan sudah menyelesaikan pekerjaan
komplain secara baik, bila sekitar 90% pelanggan yang komplain
mengatakan “ya”. Harus diakui, angka ini sulit mencapai 100% terutama
bila komplain yang dilakukan sudah disertai dengan kurang tulusnya
pelanggan. Bisa juga terjadi karena perusahaan sejak semula sudah salah
dalam memilih sebagian pelanggannya.
Pelanggan yang komplain dan yang sudah
diberikan penyelesaian, sangatlah mungkin tingkat kepuasannya lebih
tinggi daripada pelanggan yang tidak komplain. Bila tidak, besar
kemungkinan penyelesaian komplain tidak efektif, kurang cepat atau tidak
tuntas.
Bahkan ada kemungkinan bahwa tingkat
kepuasannya akan lebih tinggi dari mereka yang tidak pernah mempunyai
problem. Bila hal ini terjadi, perusahaan tersebut dapat dikatakan
mempunyai kemampuan yang sangat efektif dalam menangani komplain. Bagi
mereka, komplain adalah kesempatan yang terbaik untuk meningkatkan
kepuasan pelanggan. Untuk mencapai hasil seperti ini, sungguhlah tidak
mudah. Kurang dari 10% perusahaan di Indonesia yang mampu melakukan hal
ini.
sumber : www.marketing.co.id
Comments
Post a Comment